Minggu, 24 Desember 2017

Indonesia E-Commerce Summit and Expo (IESE) 2017, Tonggak Kebangkitan E-Commerce Indonesia

Pertumbuhan e-commerce di Indonesia menunjukan prospek yang positif dengan jumlah transaksi e-commerce yang terus meningkat. Perkembangan pesat industri e-commerce di Indonesia ditandai dengan pertumbuhan jumlah toko online dan marketplace yang kian agresif. Bayangkan, pada tiga tahun lalu, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mencatat anggotanya hanya berjumlah sembilan perusahaan e-commerce. Kini, jumlah anggota idEA mencapai 185 perusahaan. E-commerce merupakan suatu sistem atau paradigma baru dalam dunia bisnis. Sistem ini menggeser paradigma perdagangan tradisional menjadi electronic commerce yaitu dengan memanfaatkan teknologi ICT (Information and Communication Technology) atau internet.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan nilai transaksi e-commerce di Indonesia mencapai US$3,56 miliar atau setara Rp46 triliun pada 2015. Angka itu akan terus berkembang pesat hingga tahun 2020 mendatang. Tak hanya itu, pengguna internet aktif di Indonesia terus tumbuh dan membuka peluang untuk berkembangnya industri e-commerce. Karena itu, para pelaku industri e-commerce di Indonesia harus bisa memanfaatkan potensi digital Indonesia yang terus bertumbuh. Pemerintah memiliki mimpi untuk menjadikan Indonesia sebagai The Digital Energy of Asia. Hal itu dibuktikan dengan pengumuman Peta Jalan e-Commerce oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Komunikasi dan Informatika pada November 2016.

Peta Jalan e-Commerce terdiri dari tujuh pilar mulai dari pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan dan SDM, logistik, infrastruktur komunikasi, keamanan siber. Ini masih ditambah 31 inisiatif lintas sektor yang harus diimplementasikan secara disiplin, tepat waktu, dan tepat sasaran. Aulia E. Marinto (Ketua Umum Indonesia E-Commerce Association/idEA) mengatakan pemain e-commerce lokal, regional, dan global mulai meningkatkan pola permainan mereka di Indonesia pada tahun ini. Berbagai inovasi model bisnis muncul mulai dari belanja online kebutuhan bisnis, sampai belanja produk fi nansial. Semuanya makin menarik investor dan pasar.

“Melihat prospek yang luar biasa ini, keinginan dan harapan Indonesia yang ingin menjadi ‘The Next China atau India’ dalam dunia e-commerce bisa menjadi kenyataan,” ujar Aulia. “Kita memerlukan sinkronisasi effort yang harus diupayakan bersama-sama oleh seluruh ekosistem industri ini, agar akselerasi maksimal bisa terjadi,” ujarnya lagi di Indonesia E-Commerce Summit and Expo (IESE) 2017 di Indonesia Convention and Exhibition (ICE), BSD, Tangerang Selatan, pada awal Mei lalu.

Aulia mengatakan terobosan inovasi itu menjanjikan bagi raksasa-raksasa e-commerce global untuk berlomba-lomba memasuki pasar Asia Tenggara, sehingga menjadikan kawasan ini mencapai posisi keemasan dan strategis dalam persaingan global. “Maka tidak berlebihan terminologi Jack Ma (Pendiri Alibaba) yang menyebutkan bahwa 2016 adalah tahun pembuka, dan 2017 adalah tahun utama bagi industri e-commerce,” ungkap Aulia. Selain itu, Aulia menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo pun memiliki misi menjadikan Indonesia sebagai Digital Energy of Asia.
Pada kesempatan yang sama, Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informatika) mengatakan bahwa Pemerintah RI menargetkan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia bisa mencapai sebelas persen dari produk domestik bruto total (PDB) sekitar US$130 miliar atau sekitar Rp1.756 triliun dengan menumbuhkan seribu technopreneur pada 2020. Pemerintah pun memiliki target pemerataan ekonomi digital di Indonesia yang memiliki tiga fokus utama mulai dari ekonomi sharing (berbagi), pengentasan UMKM (usaha mikro kecil dan menengah), serta inklusi keuangan. “Gojek berhasil mengubah pola transportasi konvensional. Bahkan, aplikasi Gojek ini menarik bagi kota lain, seperti kota Rio de Janeiro, Brasil yang memiliki kondisi yang hampir sama dengan Jakarta,” ujarnya.

Bukan Lagi SDA
Rudiantara mengatakan perekonomi Indonesia tidak akan lagi berfokus pada sumber daya alam (SDA) tetapi beralih kepada basis layanan. Misalnya, layanan kesehatan konsultasi pasien dengan dokter, saat ini telah tersedia di dunia maya (internet) dan aplikasi ponsel pintar. Hal ini memungkinkan pasien melakukan konsultasi kesehatan dengan dokter tanpa perlu datang ke rumah sakit, cukup melalui sambungan video call dan panggilan suara. “Ekonomi [Indonesia] tadinya berbasis sumber daya alam, migas, batubara juga pertanian dan lain sebagainya, dan ini nanti akan berpindah ke services (layanan),” ungkap Rudiantara. Karena itu, dunia usaha yang masih menggunakan cara-cara konvensional harus mengadopsi basis digital agar tidak tergerus oleh teknologi yang berkembang sangat pesat. Misal, Tokopedia, Bukalapak, dan Elevania telah memfasilitasi para pengusaha UMKM di pelosok Indonesia untuk bisa memasarkan produknya tidak hanya di dalam negeri, bahkan sampai ke luar negeri.

“Beruntung Indonesia banyak kasus yang bagus, contoh Go-Jek dengan ekonomi sharing, kemudian Tokopedia dengan fokus kepada UKM, saya berterima kasih kepada pelaku digital ekonomi Indonesia,” pungkasnya. Rudiantara pun berharap para pelaku industri e-commerce Indonesia dapat memanfaatkan potensi digital Indonesia yang saat ni terus bertumbuh sehingga terjadi perkembangan dan pemerataan ekonomi di Indonesia. Apalagi saat ini Pemerintah RI sedang fokus memeratakan ekonomi di Indonesia.

“Dengan e-commerce, UMKM dapat dengan mudah menjual produknya, misal UMKM di Kalimantan bisa menjual produknya ke Jakarta melalui online. Jika sebuah situs marketplace seperti Tokopedia atau Blibli memiliki 100 ribu merchant atau penjual baru, akan semakin banyak orang yang bisa mendapatkan pekerjaan karena masing-masing penjual tersebut akan membuka lowongan pekerjaan,” ungkapnya. Rudiantara menambahkan jika di tahun 2016, fi nancial inclusion rate-nya baru mencapai 39 persen dan targetnya naik hingga 75 persen. Ini karena coverage telepon seluler di Indonesia sudah mencapai lebih dari 90 persen.

Potensi E-Commerce
Masih pada kesempatan yang sama, Mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang UMKM dan Koperasi, Sandiaga Uno mengatakan e-commerce akan memberikan banyak peluang dan lapangan kerja di masa depan. Indonesia diharapkan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri untuk pasar e-commerce. “Saya memiliki data bahwa UMKM yang mengadopsi (teknologi) digital itu memiliki kemampuan untuk menyerap lapangan kerja, bisa satu setengah kali lipat. Dan kemampuannya berinovasi bisa tujuh belas kali lipat. Jadi ini sangat luar biasa,” ujarnya saat sesi diskusi panel di IESE 2017. Sandi mengatakan mengaku masih banyak yang perlu diperbaiki. Ini termasuk soal distribusi, jaringan, dan infrastruktur yang harus mulai diperbaiki jika ingin bersaing dengan perusahaan e-commerce asing.

“Kita perlu investasi yang world class, baik dari segi bandwidth maupun dari segi kemampuan digital enterpreneur. Untuk bisa berkembang, perlu infrastruktur, perlu kemampuan kita untuk menghadirkan infrastruktur kelas dunia yang ada di sini,” ujar Sandi. “Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dengan 250 juta penduduk yang akan menjadi pasar bagi e-commerce,” ucapnya. Kusumo Martanto (Chief Executive Of cer Blibli.com) mengatakan jumlah penduduk Indonesia adalah yang terbesar di Asia, dengan pengguna internet di Indonesia merupakan yang terbesar, ke-4 di Asia. “Saya yakin Indonesia akan menjadi pemain penting di pasar e-commerce di Asia,” ujarnya. Kusumo mengatakan, potensi pengguna internet melebihi lima puluh persen dari populasi total bangsa Indonesia, penetrasi smartphone, dan rata-rata spending on e-commerce Rp6,5 juta pertahun.

“Indonesia memiliki potensi untuk menguasai 52 persen atau setara 87,8 miliar dolar AS pasar e-commerce Asia Tenggara pada 2025,” imbuhnya.

Menurut Kusumo, dalam memajukan e-commerce di Indonesia, pemain e-commerce di Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Tujuannya, menjanjikan kenyamanan dalam bertransaksi, keamanan, serta kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih nyaman dengan sistem tradisional.

“Masyarakat kita masih melihat pentingnya melihat fisik produk dan bertemu serta mendengar langsung penjelasan dari penjual. Selain itu, edukasi mengenai kelebihan serta cara-cara transaksi melalui e-commerce juga masih perlu dilakukan terutama di luar kota-kota besar,” kata Kusumo. Pada kesempatan berbeda, Kun Arief Cahyantoro (Pengamat e-commerce di Indonesia) mengatakan Indonesia menyimpan potensi e-commerce yang besar di Asia karena Indonesia memiliki jumlah populasi terbesar keempat di dunia. “Pusat pasar di Asia adalah China dan negara yang bisa menyamai China di ASEAN adalah Indonesia,” ucapnya. Kun melanjutkan salah satu keunikan Indonesia dibanding negara lainnya adalah Indonesia memiliki bonus demografi yaitu jumlah penduduk yang produktif jauh lebih besar dari penduduk yang tidak produktif. Pada tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia kelas menengah atau produktif akan mencapai puncaknya. Hal itu menyimpan potensi besar untuk pertumbuhan e-commerce di Indonesia.

0 komentar :

Posting Komentar