Perkembangan media
sosial (medsos) yang sangat pesat dan meninggalkan pemahaman maupun
etika penggunaannya, seperti kata presiden joko Widodo, bisa membuat
indonesia menjadi negara barbar, liar atau biadab. Bagaimana tidak,
lewat medsos seseorang dengan tanpa merasa salah melakukan berbagai
tindakan keji berupa kabar kemarahan. Ujung-ujungnya, mereka, atau
pengikut tokoh, atau kelompok yang menjadi sasaran lalu melakukan
tindakan main hakim sendiri, melakukan intimidasi, persekusi, atau
perburuan yang sudah memakan banyak korban.
Situasi juga
menjadi panas dan timbul sikap saling curiga antarwarga, karena
masyarakat mudah terpengaruh dan percaya saja apa isi informasi yang
disebarkan. Kondisi ini tentu sangat meresahkan dan berpotensi
memecah belah bangsa. Masyarakat menjadi terkotak-kotak sebab yang
terekam di otak mereka adalah pihak yang berseberangan sebagai musuh
harus dimusnahkan. Kurangnya upaya untuk tabayun, mengklarifi kasi,
check & re-chek, membuat orang lalu saling curiga dan ini sangat
merugikan semua pihak.
Saat ini, ketika
ada orang atau kelompok yang tidak suka pada orang atau kelompok
lain, mereka bisa melakukan kampanye dan menyerang lawan dengan
memanfaatkan buzzer yang bisa dibayar. Buzzer demikian mudah ditemui
dan dipilih kekuatannya berdasarkan jumlah follower-nya. Kasus yang
baru-baru ini dialami PT Indosat Ooredoo adalah contoh paling aktual,
ketika operator milik Ooredoo Qatar itu dilecehkan (bully)
habis-habisan akibat unggahan salah satu manajernya di medsos. Ketika
manajemen Indosat menegur karyawannya itu, sasaran serangan tidak
hanya perusahaan dengan tagar (hashtag) #boikotindosat, tetapi juga
petingginya.
Penelusuran bisa
dilakukan untuk menemukan pembuat medsos #boikotindosat, bisa dengan
maksud “menjinakkannya”, tetapi berbagai serangan makin masif
terutama ketika diketahui karyawan si pembuat unggahan dijemput
polisi. Serangan medsos yang terancang baik ini sempat menurunkan
harga saham operator itu sampai lima belas persen tetapi kemudian
rebound lagi. Perkembangan terakhir disebutkan, serangan tidakb lagi
dalam bentuk medsos tapi melalui aplikasi messenger WhatsApp yang
sangat sulit dilacak sumbernya. Isinya tetap berupa hujatan terhadap
manajemen dan perusahaan. Kekacauan semacam ini akan makin bergemuruh
setiap menjelang proses pemilu, terutama pilkada dan nanti terlebih
pada pilpres tahun 2019. Hal ini diakibatkan tajamnya persaingan
antarcalon yang memanfatkan medsos tanpa etika. Contohnya dalam
pilkada DKI yang sarat dengan fitnah, hoax, isu SARA. Di satu sisi
membuat ujaran-ujaran negatif yang terkoordinir justru berkembang
menjadi satu bisnis karena bisa menghasilkan uang dalam jumlah besar.
Profesi baru, buzzer, menjadi profesi bernilai jutaan rupiah yang
mudah dikerjakan tanpa harus keluar rumah. Pekerjaan “tanpa hati”
ini, termasuk yang mereka yang menyuruh, mendukung, membantu, atau
memfasilitasinya, oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) disebut sebagai
profesi haram.
“Makan Daging”
Saudara
Sampai zaman
Barack Obama, jika presiden ingin menyampaikan sesuatu kepada
masyarakat luas, dibentuklah satu forum. Ini dilakukan lewat media
televisi atau radio untuk jangkauan dan konsumsi umum, bisa juga
lewat tatap muka dengan kalangan terbatas. Lain lagi dengan Presiden
Donald Trump. Ia lebih suka memanfaatkan Twitter dan publik pun
segera bisa tahu suasana hati Trump lewat kicauannya. Misalnya,
bagaimana Trump mengicaukan keriangannya usai keliling Timur Tengah
yang –bisa jadi tidak ada hubungannya– menyebabkan Arab Saudi dan
beberapa negara Arab lain memutus hubungan diplomatiknya dengan
Qatar. Atau ketika Trump mengungkapkan kekesalannya kepada media
lokal yang dianggapnya berat sebelah.
Presiden Joko
Widodo –juga putranya, Kaesang– kerap menggunakan media sosial
walau tidak seperti Trump. Jokowi lebih suka membuat video blog atau
vlog. Contohnya ketika kedatangan tamu Raja Arab Salman bin Faisal Al
Saud beberapa waktu lalu, orang melihat betapa sang Raja
memperlakukan Jokowi seperti anaknya sendiri, atau Presiden yang
selalu menggandeng tangan Raja, memayunginya, dan mewawancarainya.
Lewat vlog yang dibuatnya, Jokowi meminta komentar Raja Salman yang
mau saja menjawab apa pertanyaan Jokowi. Entah itu atau sebab lain,
Raja Salman pun memperpanjang masa tinggalnya di Indonesia,
bertamasya di Bali dengan seluruh rombongannya.
Medsos menampikan
dua sisi yang sangat berbeda seperti pisau bermata dua. Ia bisa
digunakan dengan santun tanpa maksud merugikan seperti yang dilakukan
kedua presiden tadi. Sisi lain memang yang dilakukan dengan tujuan
mengobarkan kebencian, mendorong kekerasan seperti yang kini terjadi
di Tanah Air. Itu bisa terjadi karena kurangnya upaya edukasi
terutama dari pemerintah sebagai pemilik kebijakan. Sangat terasa
bahwa pemerintah hanya mengimbau dan berharap masyarakat lebih santun
dalam memanfaatkan medsos. Walau untuk yang terakhir ini kepolisian
sudah ditugasi meredam dengan menindak tegas perlakuan persekusi yang
menggelisahkan.
Di Bulan Ramadhan
lalu, akhirnya MUI didampingi Menteri Komunikasi dan Informatika
(Kominfo) RI Rudiantara mengeluarkan fatwa. Di dalam hukum Islam, ada
aturan-aturan yang wajib dan patut dipatuhi, mulai dari Al Quran
sebagai pedoman utama, kemudian hadis yang merupakan contoh,
tindakan, kata-kata atau sunnah Nabi Muhammad SAW, dan rangkaian
yangb terakhir berupa fatwa ulama. Fatwa ulama yang seharusnya
ditaati umat, memberi gambaran kepada masyarakat terutama umat Islam
bahwa tindakan-tindakan negatif di media sosial itu sebagai perbuatan
haram. MUI mengharamkan setiap umat Islam yang memproduksi,
menyebarkan, dan membuat konten tidak benar kemudian dapat diakses
masyarakat. Termasuk haram menurut MUI jika umat juga mengumbar aib,
gosip, atau kejelekan orang atau kelompok lain, kecuali konten yang
disebarkan untuk kepentingan yang telah dibenarkan secara syar’i.
Dalam pemahaman dan ajaran Nabi Muhammad SAW, mengghibah
(membicarakan orang lain) sama dengan “makan daging” saudaranya.
Namun fatwa ini
kurang terasa gaungnya karena masyarakat menganggap fatwa ulama hanya
sebagai imbauan, boleh dijalankan, seperti kasus penistaan agama yang
melibatkan salah satu pejabat di negeri ini. Atau boleh diabaikan,
dan ini yang terjadi, terlihat dari masih berseliwerannya ujaran-
ujaran haram tadi di dunia maya.
0 komentar :
Posting Komentar