Pertumbuhan
e-commerce di Indonesia menunjukan prospek yang positif dengan jumlah
transaksi e-commerce yang terus meningkat. Perkembangan pesat
industri e-commerce di Indonesia ditandai dengan pertumbuhan jumlah
toko online dan marketplace yang kian agresif. Bayangkan, pada tiga
tahun lalu, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mencatat anggotanya
hanya berjumlah sembilan perusahaan e-commerce. Kini, jumlah anggota
idEA mencapai 185 perusahaan. E-commerce merupakan suatu sistem atau
paradigma baru dalam dunia bisnis. Sistem ini menggeser paradigma
perdagangan tradisional menjadi electronic commerce yaitu dengan
memanfaatkan teknologi ICT (Information and Communication Technology)
atau internet.
Data Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan nilai transaksi
e-commerce di Indonesia mencapai US$3,56 miliar atau setara Rp46
triliun pada 2015. Angka itu akan terus berkembang pesat hingga tahun
2020 mendatang. Tak hanya itu, pengguna internet aktif di Indonesia
terus tumbuh dan membuka peluang untuk berkembangnya industri
e-commerce. Karena itu, para pelaku industri e-commerce di Indonesia
harus bisa memanfaatkan potensi digital Indonesia yang terus
bertumbuh. Pemerintah memiliki mimpi untuk menjadikan Indonesia
sebagai The Digital Energy of Asia. Hal itu dibuktikan dengan
pengumuman Peta Jalan e-Commerce oleh Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dan Kementerian Komunikasi dan Informatika pada November
2016.
Peta Jalan
e-Commerce terdiri dari tujuh pilar mulai dari pendanaan, perpajakan,
perlindungan konsumen, pendidikan dan SDM, logistik, infrastruktur
komunikasi, keamanan siber. Ini masih ditambah 31 inisiatif lintas
sektor yang harus diimplementasikan secara disiplin, tepat waktu, dan
tepat sasaran. Aulia E. Marinto (Ketua Umum Indonesia E-Commerce
Association/idEA) mengatakan pemain e-commerce lokal, regional, dan
global mulai meningkatkan pola permainan mereka di Indonesia pada
tahun ini. Berbagai inovasi model bisnis muncul mulai dari belanja
online kebutuhan bisnis, sampai belanja produk fi nansial. Semuanya
makin menarik investor dan pasar.
“Melihat prospek
yang luar biasa ini, keinginan dan harapan Indonesia yang ingin
menjadi ‘The Next China atau India’ dalam dunia e-commerce bisa
menjadi kenyataan,” ujar Aulia. “Kita memerlukan sinkronisasi
effort yang harus diupayakan bersama-sama oleh seluruh ekosistem
industri ini, agar akselerasi maksimal bisa terjadi,” ujarnya lagi
di Indonesia E-Commerce Summit and Expo (IESE) 2017 di Indonesia
Convention and Exhibition (ICE), BSD, Tangerang Selatan, pada awal
Mei lalu.
Aulia mengatakan
terobosan inovasi itu menjanjikan bagi raksasa-raksasa e-commerce
global untuk berlomba-lomba memasuki pasar Asia Tenggara, sehingga
menjadikan kawasan ini mencapai posisi keemasan dan strategis dalam
persaingan global. “Maka tidak berlebihan terminologi Jack Ma
(Pendiri Alibaba) yang menyebutkan bahwa 2016 adalah tahun pembuka,
dan 2017 adalah tahun utama bagi industri e-commerce,” ungkap
Aulia. Selain itu, Aulia menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo pun
memiliki misi menjadikan Indonesia sebagai Digital Energy of Asia.
Pada kesempatan
yang sama, Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informatika) mengatakan
bahwa Pemerintah RI menargetkan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia
bisa mencapai sebelas persen dari produk domestik bruto total (PDB)
sekitar US$130 miliar atau sekitar Rp1.756 triliun dengan menumbuhkan
seribu technopreneur pada 2020. Pemerintah pun memiliki target
pemerataan ekonomi digital di Indonesia yang memiliki tiga fokus
utama mulai dari ekonomi sharing (berbagi), pengentasan UMKM (usaha
mikro kecil dan menengah), serta inklusi keuangan. “Gojek berhasil
mengubah pola transportasi konvensional. Bahkan, aplikasi Gojek ini
menarik bagi kota lain, seperti kota Rio de Janeiro, Brasil yang
memiliki kondisi yang hampir sama dengan Jakarta,” ujarnya.
Bukan Lagi SDA
Rudiantara
mengatakan perekonomi Indonesia tidak akan lagi berfokus pada sumber
daya alam (SDA) tetapi beralih kepada basis layanan. Misalnya,
layanan kesehatan konsultasi pasien dengan dokter, saat ini telah
tersedia di dunia maya (internet) dan aplikasi ponsel pintar. Hal ini
memungkinkan pasien melakukan konsultasi kesehatan dengan dokter
tanpa perlu datang ke rumah sakit, cukup melalui sambungan video call
dan panggilan suara. “Ekonomi [Indonesia] tadinya berbasis sumber
daya alam, migas, batubara juga pertanian dan lain sebagainya, dan
ini nanti akan berpindah ke services (layanan),” ungkap Rudiantara.
Karena itu, dunia usaha yang masih menggunakan cara-cara konvensional
harus mengadopsi basis digital agar tidak tergerus oleh teknologi
yang berkembang sangat pesat. Misal, Tokopedia, Bukalapak, dan
Elevania telah memfasilitasi para pengusaha UMKM di pelosok Indonesia
untuk bisa memasarkan produknya tidak hanya di dalam negeri, bahkan
sampai ke luar negeri.
“Beruntung
Indonesia banyak kasus yang bagus, contoh Go-Jek dengan ekonomi
sharing, kemudian Tokopedia dengan fokus kepada UKM, saya berterima
kasih kepada pelaku digital ekonomi Indonesia,” pungkasnya.
Rudiantara pun berharap para pelaku industri e-commerce Indonesia
dapat memanfaatkan potensi digital Indonesia yang saat ni terus
bertumbuh sehingga terjadi perkembangan dan pemerataan ekonomi di
Indonesia. Apalagi saat ini Pemerintah RI sedang fokus memeratakan
ekonomi di Indonesia.
“Dengan
e-commerce, UMKM dapat dengan mudah menjual produknya, misal UMKM di
Kalimantan bisa menjual produknya ke Jakarta melalui online. Jika
sebuah situs marketplace seperti Tokopedia atau Blibli memiliki 100
ribu merchant atau penjual baru, akan semakin banyak orang yang bisa
mendapatkan pekerjaan karena masing-masing penjual tersebut akan
membuka lowongan pekerjaan,” ungkapnya. Rudiantara menambahkan jika
di tahun 2016, fi nancial inclusion rate-nya baru mencapai 39 persen
dan targetnya naik hingga 75 persen. Ini karena coverage telepon
seluler di Indonesia sudah mencapai lebih dari 90 persen.
Potensi E-Commerce
Masih pada
kesempatan yang sama, Mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri
(Kadin) Indonesia Bidang UMKM dan Koperasi, Sandiaga Uno mengatakan
e-commerce akan memberikan banyak peluang dan lapangan kerja di masa
depan. Indonesia diharapkan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri
untuk pasar e-commerce. “Saya memiliki data bahwa UMKM yang
mengadopsi (teknologi) digital itu memiliki kemampuan untuk menyerap
lapangan kerja, bisa satu setengah kali lipat. Dan kemampuannya
berinovasi bisa tujuh belas kali lipat. Jadi ini sangat luar biasa,”
ujarnya saat sesi diskusi panel di IESE 2017. Sandi mengatakan
mengaku masih banyak yang perlu diperbaiki. Ini termasuk soal
distribusi, jaringan, dan infrastruktur yang harus mulai diperbaiki
jika ingin bersaing dengan perusahaan e-commerce asing.
“Kita perlu
investasi yang world class, baik dari segi bandwidth maupun dari segi
kemampuan digital enterpreneur. Untuk bisa berkembang, perlu
infrastruktur, perlu kemampuan kita untuk menghadirkan infrastruktur
kelas dunia yang ada di sini,” ujar Sandi. “Indonesia memiliki
potensi yang sangat besar dengan 250 juta penduduk yang akan menjadi
pasar bagi e-commerce,” ucapnya. Kusumo Martanto (Chief Executive
Of cer Blibli.com) mengatakan jumlah penduduk Indonesia adalah yang
terbesar di Asia, dengan pengguna internet di Indonesia merupakan
yang terbesar, ke-4 di Asia. “Saya yakin Indonesia akan menjadi
pemain penting di pasar e-commerce di Asia,” ujarnya. Kusumo
mengatakan, potensi pengguna internet melebihi lima puluh persen dari
populasi total bangsa Indonesia, penetrasi smartphone, dan rata-rata
spending on e-commerce Rp6,5 juta pertahun.
“Indonesia
memiliki potensi untuk menguasai 52 persen atau setara 87,8 miliar
dolar AS pasar e-commerce Asia Tenggara pada 2025,” imbuhnya.
Menurut Kusumo,
dalam memajukan e-commerce di Indonesia, pemain e-commerce di
Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Tujuannya,
menjanjikan kenyamanan dalam bertransaksi, keamanan, serta kebiasaan
masyarakat Indonesia yang masih nyaman dengan sistem tradisional.
“Masyarakat kita
masih melihat pentingnya melihat fisik produk dan bertemu serta
mendengar langsung penjelasan dari penjual. Selain itu, edukasi
mengenai kelebihan serta cara-cara transaksi melalui e-commerce juga
masih perlu dilakukan terutama di luar kota-kota besar,” kata
Kusumo. Pada kesempatan berbeda, Kun Arief Cahyantoro (Pengamat
e-commerce di Indonesia) mengatakan Indonesia menyimpan potensi
e-commerce yang besar di Asia karena Indonesia memiliki jumlah
populasi terbesar keempat di dunia. “Pusat pasar di Asia adalah
China dan negara yang bisa menyamai China di ASEAN adalah Indonesia,”
ucapnya. Kun melanjutkan salah satu keunikan Indonesia dibanding
negara lainnya adalah Indonesia memiliki bonus demografi yaitu jumlah
penduduk yang produktif jauh lebih besar dari penduduk yang tidak
produktif. Pada tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia kelas menengah
atau produktif akan mencapai puncaknya. Hal itu menyimpan potensi
besar untuk pertumbuhan e-commerce di Indonesia.
0 komentar :
Posting Komentar