Semenanjung Arab mengalami krisis politik serius setelah sekelompok negara memutus hubungan diplomatik dengan Pemerintah Qatar. Negara-negara seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir melakukan langkah tersebut karena menganggap Qatar telah mendukung kelompok teroris dan condong ke Iran. Tensi antara Pemerintah Qatar dan Arab Saudi memang sudah memanas dalam beberapa tahun terakhir. Namun tensi kian meninggi setelah pada tanggal 24 Mei 2017, stasiun televisi milik Pemerintah Qatar, QNA, menulis berita yang memancing kemarahan negara tetangga. Pemberitaan tersebut berisi ucapan pemimpin Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al Thani, yang mengungkapkan kalimat yang pro-Iran.
Ucapan tersebut
memancing kontroversi karena Qatar adalah bagian dari aliansi
beberapa negara yang secara politik berlawanan dengan Iran (seperti
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab). Karena datang dari stasiun resmi
milik Pemerintah Qatar, berita itu pun dianggap suara resmi
Pemerintah Qatar sehingga langsung memancing kemarahan negara anggota
aliansi. Masalahnya, Emir Qatar sebenarnya tidak pernah mengucapkan
hal itu. Berita tersebut adalah karangan sekelompok hacker yang
berhasil membajak sistem TI di QNA. Tidak tanggung tanggung, hacker
menguasai seluruh sistem IT QNA, mulai dari web-server, CMS, sampai
akun media sosial QNA. Karena berhasil menguasai penuh, hacker pun
memanfaatkan semua kanal informasi QNA untuk menyebarkan berita
bohong. Pada akun Twitter resmi QNA, misalnya, dihembuskan berita
bohong terkait rencana Pemerintah Qatar untuk menarik duta besarnya
dari negara-negara Arab serta adanya plot jahat untuk menjatuhkan
Pemerintah Qatar.
Siapa Dalangnya?
Setelah mengalami
insiden pembobolan ini, Pemerintah Qatar pun meminta bantuan FBI (AS)
dan NCA (Inggris) untuk menyelidiki kasus ini. Kementerian Dalam
Negeri Qatar pun mengakui, telah terjadi pembobolan di QNA dengan
memanfaatkan cyber-bug di situs QNA. “Mereka telah memasang file
(berita palsu) sejak akhir April untuk kemudian diaktif an pada 24
Maret 2017 pukul 121.3,” tulis Kemdagri Qatar dalam siaran pers
resminya. Lalu, siapa dalang peristiwa ini? Dugaan awal tertuju
kepada hacker Rusia yang selama ini dianggap getol memasuki ranah
politik negara lain. Akan tetapi penyelidikan lebih lanjut
menunjukkan, tersangka kasus ini bisa siapa saja. Hal ini tidak lepas
dari lemahnya sistem QNA sehingga tidak membutuhkan strategi yang
rumit untuk membobolnya. “Seorang script kiddies (hacker pemula,
Red) pun bisa melakukannya,” ungkap salah satu penyidik.
Siapapun
pelakunya, insiden ini kembali mengingatkan bagaimana kelemahan
sistem sekuriti TI kini juga merambah dunia politik. Di AS,
kemenangan Donald Trump mulai diragukan seiring beredarnya kabar
pihak Rusia berhasil memengaruhi sistem pemilu. Sementara di
Perancis, sistem TI Partai En March mengalami pembobolan pada dua
hari sebelum pemilu yang hampir saja menggagalkan kemenangan Perdana
Menteri terpilih, Emmanuel Macron. Ketika kondisi geopolitik dunia
terus memanas seperti sekarang, kelemahan di sekuriti TI bisa jadi
akan berujung pada krisis politik yang tak pernah terbayang
sebelumnya.
0 komentar :
Posting Komentar