
Idham Chalid mengaku sudah tak ingat lagi berapa banyak orang mati yang barang-barang atau sebagian potongan tubuhnya dikoleksinya. “Sudah nggak terhitung. Sudah 33 tahun saya ngoleksi. Kalau 500 orang mati ya lebihlah,” katanya beberapa waktu lalu.
Benda-benda milik orang yang sudah mati itu, tak cuma dikoleksi. Sekali waktu, saat jiwanya merasa resah tak jarang dia tidur dengan tumpukan jarik bekas orang mati. Bahkan, peti mati serta tali tampar bekas orang gantung diri, dan tali pocong, diletakannya pula di sampingnya. Di rumah pribadinya di Siwalankerto Surabaya, Chalid memiliki ratusan jarik orang mati. Meski sebagian disimpan, namun ada juga sebagian di antaranya yang dijahit dan dijadikan bahan untuk baju sehari-hari. Untuk menandainya, dia sengaja memberi tulisan berupa nama serta tanggal dan tahun meninggalnya si pemilik.
Koleksinya yang paling menyeramkan adalah tasbih. Di antara butiran tasbih tersebut, ada bola mata orang kecelakaan tertabrak kereta yang meninggal dan tidak ditemukan polisi saat melakukan olah TKP. “Jadi bola mata ini saya pakai tasbih. Selain untuk ibadah, juga untuk mengirim do’a pada yang meninggal atau yang punya mata ini,” terangnya.
Selain itu, otak manusia bekas kecelakaan tertimpa tower. Gumpalan itu disimpan di dalam plastik bersama rambutnya yang didapat dari ceceran di jalan. “Sebenarnya saya koleksi ini tidak ada maksud apa-apa. Saya hanya mengenang saja, bahwa mereka juga pernah hidup dan pernah berbuat baik.
Mantan protokoler Pemkot Surabaya semasa kepemimpinan almarhum Sunarto Sumoprawiro atau Cak Narto pada tahun 1999-2001 itu mengaku, menjalani hobi nyeleneh itu sejak masih kanak-kanak, tepatnya tahun 1979, ketika itu dia duduk di bangku sekolah dasar. Hobi menyimpan jarik bekas penutup orang mati itu, bermula ketika ayah Idham kecil yang bernama Mahmudoh Rafi’i meninggal dunia. “Waktu itu saya masih kelas empat SD. Kain bekas penutup jenazah ayah saya itu saya simpan. Termasuk jarik penutup jenazah nenek saya. Nggak tahu terus sampai berkelanjutan, bahkan saya juga minta ke om dan tante saya. Kainnya ya saya pakai selimut waktu tidur,” kenang Idham yang waktu kecil akrab dipanggil Kalid itu.
Kebiasaan aneh terus belanjut hingga dia menjadi PNS di lingkungan Pemkot Surabaya. “Saat duduk di bangku SMP, hobi itu sempat hilang, ya karena pergaulan dengan teman-teman baru. Bahkan, jarik bekas penutup orang mati yang saya kumpul juga hilang, entah ke mana. Waktu itu ada sekitar 10-an,” kata dia.
0 komentar :
Posting Komentar