O'ow, jangan berpikir ngeres dulu membaca judul tulisan ini. Sekilas memang kesannya seperti mengarah ke "suasana ranjang", tapi yakinlah bahwa apa yang akan saya sampaikan sangat jauh sekali dari "bayangan-bayangan menggairahkan" tersebut. Jadi, silakan dibaca sampai habis dulu ya.
Kalimat yang saya jadikan judul di atas adalah sebuah rumus rahasia berusia entah berapa puluh tahun. Saya mendapatkannya saat duduk di bangku kelas II SMP. Adalah Ibu guru Bahasa Indonesia saya waktu itu yang memberikannya saat mengajar di kelas. Entah apakah teman-teman lain mengingatnya, tapi rumus ini begitu lekat dalam ingatan saya. Saya ketika itu merupakan siswa SLTP Negeri di pinggiran Brebes. Satu hal yang pasti, hingga kini SMP tersebut masih bertahan.
Rumus Saru
Baiklah, kembali ke rumus tadi saja supaya tidak semakin melebar. Rumus apa? Rumus tentang pemakaian kata "di" yang baik dan benar sesuai aturan EYD/EBI. Sebuah rumus yang membuat kami satu kelas tertawa gelak-gelak, beberapa sambil memerah pipinya, saat pertama kali mendengarnya.
"Dicium rapat-rapat, di paha direnggangkan..."
Kesannya kok nyeleneh bin saru, tapi justru ke-nyeleneh-an dan ke-saru-annya itulah yang membuat saya tetap mengingat lekat rumus sederhana tapi penting ini. Karena saya lulus SMP tahun 2002, maka rumus tersebut sudah belasan tahun lamanya tetap lengket dalam kepala. Rumus inilah yang menjadi rambu-rambu saat saya kebingungan menggunakan "di" apakah ditempel atau dipisah. Kalimat pendek ini asyik karena nyerempet-nyerempet ke arah "ehem-ehem". Hahaha. Lalu juga simpel tapi sekaligus jelas sekali membedakan kerancuan pemakaian "di" yang biasa kita jumpai.
Saat membaca-baca tulisan rekan-rekan blogger, baik di blog masing-masing ataupun platform seperti Kompasiana ini, seringkali saya menjumpai artikel yang secara kaidah tata bahasa alias EBI tidak tepat. Satu kesalahan umum yang biasa dijumpai adalah pemakaian "di" yang masih salah kaprah alias tak sesuai dengan fungsinya. Nah, dengan rumus sederhana yang diberikan guru SMP saya ini, saya yakin rekan-rekan sekalian bakal dengan mudah mengingat bagaimana sih si "di" ini seharusnya digunakan.
Dua Jenis Penggunaan "Di"
Secara simpel dapat dibedakan bahwa "di" mempunyai dua fungsi: (1) sebagai kata depan alias preposisi, (2) sebagai imbuhan, awalan, alias prefiks.
Sebagai kata depan, "di" menunjukkan (atau digunakan bersama dengan penunjuk) waktu, tempat, atau kata benda. Contohnya, "Budi berdoa dengan khusyuk di makam ayahnya."Atau, "Budi menabur bunga di atas makam ayahnya." Sedangkan "di" sebagai imbuhan menunjukkan (atau digunakan sebelum) kata kerja, biasanya untuk membentuk kata pasif. Contohnya, "Rambutan manis itu dimakan Budi dengan lahap." Atau, "Bunga-bunga aneka warna itu ditabur ke atas makam oleh Budi."
Nah, perbedaan fungsi ini membedakan cara penulisan "di" menjadi dua macam pula. Sebagai kata depan, "di" wajib ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contohnya, "di sini" dan bukannya "disini". Atau "di rumah", bukannya "dirumah". Sebaliknya, "di" sebagai imbuhan harus ditulis menyatu dengan kata yang mengikutinya. Contohnya "ditulis", bukan "di tulis". Atau "dijual", bukan "di jual".
Masih Bingung?
Kalau begitu ingat-ingat saja rumus ini: Dicium rapat-rapat, di paha direnggangkan. "Dicium", bukan "di cium". Dan "di paha", bukan "dipaha".
"Cium" adalah kata kerja, "di" di depannya berfungsi sebagai prefiks sehingga penulisannya disambung jadi satu. Dicium. Sementara "paha" adalah benda yang menunjukkan tempat sehingga "di" di depannya berfungsi sebagai preposisi. Dengan demikian penulisannya pun musti dipisah. Di paha.
0 komentar :
Posting Komentar