Beberapa hari yang lalu Timnas Indonesia menelan kekalahan di laga perdana kualifikasi piala dunia 2022, kekalahan di hadapan publik sendiri dari Malaysia dengan skor 2-3. Beberapa hari sebelumnya saya sudah menduga akan hasil yang didapat timnas Indonesia ini, saya menerkanya akan berakhir dengan skor imbang 2-2 atau kalah 1-2. Dan ternyata prediksi saya tidak meleset jauh. Penonton pun tidak terima dengan kekalahan tersebut, terjadilah ricuh di stadion GBK.
Hasil tidak baik yang didapat timnas membuat suporter geram, mereka berbuat onar di dalam stadion. Mungkin kekesalan suporter sebenarnya bukan ditujukan kepada suporter timnas Malaysia, namun lebih ditujukan kepada federasi. Dimana federasi (PSSI) sepakbola Indonesia tidak becus dalam menjalankan roda organisasi dari tahun ke tahun, malah makin buruk pengelolaannya. Dan output dari hal ini adalah kekalahan timnas di laga perdana kualifikasi world cup 2022. Lalu, apa sih sebab kekalahan timnas Indonesia kali ini? Nah, saya akan mengupanya dengan catatan saya pribadi sebagai insan pecinta sepakbola Indonesia.
1. Federasi Tidak Becus Mengelola Sepakbola Nasional
Sebagai federasi sepakbola seharusnya PSSI dapat menjalankan organisasi dengan terencana, bersih dan juga akuntabel. Namun nyatanya jadwal liga saja sampai bertabrakan dengan jadwal timnas di kualifikasi piala dunia, sudah tahu tahun ini akan ada hajatan pemilu serentak dan juga idul fitri, PSSI malah menunda-nunda kick off liga. Akibatnya liga baru libur seminggu sebelum kualifikasi piala dunia, tentu saja para pemain timnas datang hanya ada sedikit sisa-sisa tenaga, stamina ampas.
Lihatlah di babak pertama permainan timnas begitu mendominasi, dan dapat menutup babak pertama dengan skor 2-1. Namun begitu babak kedua memasuki menit 60-an para pemain timnas pun kocar-kacir bak sudah tak punya tega untuk berduel dan berlari lagi. Akhirnya dua buah gol pun bisa disarangkan pada jala timnas Indonesia oleh pemain timnas Malaysia. Pemain seperti sudah tidak berdaya lagi untuk mengejar bola.
2. Pemilihan Pemain Yang Tidak Tepat
Pemilihan pemain kali ini banyak membuat saya mengernyitkan dahi, bagaimana tidak ada beberapa pemain yang bagus namun mereka tidak ikut dipanggil timnas. Sebut saja di pos penjaga gawang, ada M. Ridho dan juga Nadeo Argawinata yang tampil bagus di liga, selain itu juga memiliki postur tubuh menjulang. Hal ini penting, seandainya kiper memliki postur bagus tentunya dia dapat berduel atau memotong umpan bola lawan tanpa takut dan ragu. Lihat saja gol kedua timnas Malaysia, Andritany tidak keluar sarang dan berduel untuk memotong bola umpan dari sayap Malaysia. Saya sendiri heran, semenjak Kurnia Meiga terkena penyakit misterius, pos penjaga gawang tidak dicarikan yang potensial padalah ada beberapa penjaga gawang muda dan potensial di Indonesia.
Kedua, yang saya sorot adalah lini tengah (utamanya pos gelandang bertahan/sentral). Mengapa harus selalu Evan Dimas sih? Kalau saya pelatihnya saya pasti akan memilih gelandang bertahan yang kokoh, punya intelejensi bagus dalam membaca permainan lawan dan juga memiliki postur tinggi. Pilihan akan saya jatuhkan pada sosok Bayu Pradana dan juga Hanif Syahbandi, dan cadangan Zulfiandi. Bayu Pradana sudah kenyang pengalaman bermain di timnas sejak era Alfred Riedl, dan Hanif Syahbandi adalah pemain yang punya potensi bagus, seorang sosok central midfilder modern yang mana dapat bertahan dan menyerang sama baiknya. Saya merindukan sosok Ponaryo Astaman di lini tengah, yang bisa menjaga keseimbangan antara ofens dan defend.
Ketiga, di sektor Center back juga patut untuk dikritisi, McMenemy menduetkan hansamu dengan Manahati Lestusen yang posisi naturalnya adalah gelandang bertahan. Sebuah perjudian yang sangat beresiko. Mengapa tidak memanggil Fachrudin yang kenyang pengalaman internasional untuk berduet dengan hansamu. Selain itu juga berpostur 1,85 meter yang mana dapat diandalkan dalam duel-duel bola atas dengan pemain lawan.
Keempat, di sektor bek samping/side back (orang lebih sering menyebutnya dengan julukan "full back") juga wajib dikritisi. Di sektor ini timnas kesulitan memperoleh sosok yang ideal, McMenemy sudah tepat memanggil Ricky Fajrin. Sebenarnya ada beberapa side back yang cukup berpotensi, selain Ricky Fajrin misalnya yang berorientasi bertahan adalah Putu Gede. Seharusnya pilih juga full back berorintasi menyerang yang masih muda, Ruben Sanadi dan Yustinus Pae sudah termakan usia, sedangkan full back memerlukan stamina yang kuat agar dapat bertahan dan menyerang (overlap) dengan baik dan tidak terlambat untuk kembali ke posnya apabila mendapat serangan balik dari musuh.
3. Pergantian Yang Krusial
Saya sebenarnya cukup paham dengan gaya bermain Simon McMenemy yang khas bergaya sepakbola Britania, dengan konsep counter attack dan melakukan umpan terobosan (through pas) long ball dari pemain tengah ke striker. Hal ini terlihat di babak pertama, Beto dan Lilipaly bisa memperoleh peluang dan lolos dari jebakan offset pemain Malaysia dan berhadapan satu lawan satu dengan kiper lawan. Dua gol pun berhasildicetak dengan metode ini. Namun mengapa di babak kedua hal ini tidak lagi terjadi, seolah Beto berjuang sendirian di depan dan juga acap membantu pertahanan.
Jawabannya adalah, saat pemain Malaysia tampil menekan, lini tengan timnas kita tidak dapat mengimbangi mereka. Evan Dimas jangan disuruh bertahan, sebab defend dari Evan tidak bagus, sekali senggol saja sudah goyang. Dan yang paling saya tidak suka dari Evan Dimas adalah sering kehilangan momentum ketika timnas mendapat kesempatan counter attack, Evan suka berlama-lama memegang bola. Hal ini pulalah saya duga yang menjadi alasan Riedl tidak tertarik memakai Evan. Lihat saja, Evan sering kehilangan bola saat berlama-lama mendribel bola ketika serangan balik terjadi.
Di awal babak kedua, Zulfiandi ditarik diganti Rizky Pellu, menurut saya yang harusnya diganti adalah Evan Dimas, bukan Zulfiandi. Saat malaysia tampil menekan, harusnya McMenemy memperkokoh lini tengah seharusnya menarik Evan dan diganti dengan memasukkan Hanif atau Rizky Pellu agar dapat berduel dengan lini tengah Malaysia.
4. Konsistensi Para Pemain
Sejak ditangani McMenemy saya lihat pemain tidak konsisten dalam permainan, sering kendor ketika sudah unggul. Hal ini berbeda saat timnas masih ditangani Luis Milla atau Ivan Kolev. Analisa saya adalah pemain tengah yang tidak konsisten untuk terus menekan lawan/mendominasi dengan ball posession untuk mengurangi peluang lawan mendapat kesempatan menyerang timnas kita.
Semoga saja di babak selanjutnya, McMenemy harus mencari solusi atas masalah ini. Jangan sampai timnas menjadi bulan-bulanan di ajang kualifikasi Piala dunia, sangat tidak baik bagi peringkat Indonesia di FIFA. Saya hanya seorang pecinta sepakbola yang ingin melihat timnas maju dan juga hanya bisa memberikan tulisan dan unek-unek lewat blog saya.
0 komentar :
Posting Komentar